Disusun oleh:
Fadillah Azzahrah, Adelia Rahma Azahra, Ningsih, Naomi Natalia Damanik, Della Rohma, Zaenab Nurul Hasanah, Dera Ayu Rahmawati, Octa Bagus Permana
Indonesia kaya akan keberagaman budaya dan nilai-nilai tradisi yang perlu dilestarikan, terbukti dari beragamnya peninggalan sejarah di berbagai provinsi.
Lampung, sebagai bagian dari Indonesia, memiliki warisan sejarah seperti Taman Purbakala Pugung Raharjo di Desa Pugung Raharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur.
Situs ini mencakup tiga (3) periode peradaban, mulai dari zaman megalitikum, zaman klasik/Hindu-Budha, hingga berkembangnya agama Islam. Zaman megalitikum adalah suatu bentuk kebudayaan prasejarah, dimana manusia pada periode tersebut belum memiliki pengetahuan tentang tulisan.
Karakteristik peralatan hidup pada masa itu masih terbuat dari batuan besar, termasuk batu tegak (menhir), meja batu (dolmen), kuburan batu, dan keranda batu.
Peralihan dari zaman megalitikum ke zaman klasik/Hindu-Budha yang terjadi pada komplek Taman Purbakala Pugung Raharjo ditandai dengan ditemukannya Arca Bodhisatwa/Patung Putri Badariyah yang ditemukan oleh Bapak Kadiran (Alm) pada tanggal 14 Agustus 1957.
Ini ditemukan di bagian timur situs Pugung Raharjo, arca ini terbuat dari bahan batu andesit dengan posisi duduk dengan sikap Dharma Cakra Mudra, memakai hiasan lengkap dengan lembaran bunga-bunga lotus dan duduk di atas lapik yang berhiaskan bunga lotus.
Selain itu, terdapat juga prasasti bungkuk, Arca Tipe Polinesia dan keramik yang tersebar di setiap situs Taman Purbakala Pugung Raharjo.
Keramik ini dapat diketahui mulai dari abad ke 8 atau 9 hingga abad ke 17 M, ini ditandai dengan ditemukan keramik Tang dan keramik yang paling muda yaitu keramik Ching.
Keramik juga menandakan bahwa nenek moyang kita telah melakukan hubungan perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya atau melakukan pelayaran sampai ke negeri China.
Kemudian Masuknya Islam ke Lampung Timur diduga melalui sungai Way Sekampung dan di Way Sekampung (dekat Kotib Metro) ditemukan dua buah Medalion Sam Pho Khong.
Selain itu, ditemukan juga prasasti dalung yang terbuat dari lempengan tembaga dalam bentuk Piyagem hasil pembacaan dan terjemahan Suwedi Montana tahun 1993.
Piyagem ini terdiri atas 32 baris kalimat dengan mencantumkan angka tahun 1102 H ( 1681 M ) bertuliskan huruf Pegon ( arab gundul) dan berbahasa Jawa Banten. Nama Sultan Banten tidak disebutkan dalam Piyagem , namun kronologinya bertepatan dengan masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Isinya tentang perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Kesultanan Banten, yang mengatur berbagai macam hal seperti Hukum Laut dan Perdagangan.