Namun modus siswa pindahan ini yang memang kerap sulit diawasi. Sebab, secara ketentuan memang dimungkinkan siswa pindah sekolah. Namun kerapkali disalahgunakan.
Untuk bisa memenimalisir modus jalur pindahan ini, pihak sekolah harus memperjelas quota jumlah siswa yang diterima.
Kadangkala pihak sekolah dengan sengaja mengurangi jumlah quota itu. Lalu berharap kelak akan diisi oleh siswa pindahan.
Pada tahun sebelumnya, jumlah siswa pindahan pada sebuah sekolah favorit jumlahnya bisa mencapai 1 kelas.
Penerimaan siswa pindahan itu mengunakan pendekatan kekuasaan dan perkenalan. Bahkan, beraroma suap. Modusnya adalah uang sumbangan.
Namun tidak semua uang sumbangan yang masuk rekening sekolah.
Sebagian masuk ke rekening pribadi oknum kepala sekolah dan oknum guru. Bisa jadi juga mengalir ke oknum pejabat dinas pendidikan.
Sebagai mantan Ketua Komite SMUN Favorit di Bandar Lampung, dulu saya hampir setiap tahun mendapatkan jatah memasukan anak ke sekolah favorit manapun.
Namun saya tak pernah gunakan jatah “preman” itu. Bahkan anak kandung saya sendiripun, saat itu tak diterima di sebuah SMPN favorit. Padahal, kepala sekolahnya tetangga dekat dan sering bertemu saat sholat jemaah di masjid.
Saya juga ditawari untuk menggunakan fasilitas siswa pindahan. Namun, saya tetap tak mau gunakan cara itu.
Tapi itu dulu. Kepemimpinan Gubernur Mirza kali ini ada harapan penerimaan siswa baru tahun ini bisa relatif lebih klir dari praktik-praktik kotor itu. Semoga. (*)