Keroyokan & Pendataan Keluarga Percepat Penurunan Prevalensi Stunting

Keroyokan & Pendataan Keluarga Percepat Penurunan Prevalensi Stunting

Foto : Audiensi Siswa Sekolah Kantor Staf Presiden RI, Rabu siang (12/07/2023), di Ruang Sekretariat Stunting, BKKBN Pusat, Jakarta. -(Rizky Fauzia)-

RADARMETRO — Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengungkapkan percepatan penurunan stunting yang terjadi dalam dua tahun belakangan dipengaruhi juga oleh faktor sensitif di antaranya berupa  pengadaan air bersih atau layak minum dan sanitasi seperti jamban

"Alhamdulillah, yang berisiko stunting telah turun menjadi 21,6 persen (SSGI 2022) sebagai dampak positif tatakelola  air bersih dan sanitasi.

Juga perbaikan  rumah tidak layak huni," ujar Kepala BKKBN saat menerima audiensi siswa Sekolah Kantor Staf Presiden RI, Rabu siang (12/07/2023), di Ruang Sekretariat Stunting, BKKBN Pusat, Jakarta. 

Para siswa didampingi jajaran Kantor Staf Presiden, dan turut hadir  Perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Bidang Sanimas dan PAM Simas)

Dr. Hasto mengatakan, terjadinya percepatan penurunan stunting (PPS) juga didukung intervensi para menteri, gubernur,  bupati dan walikota melalui program PPS di tingkat daerah.

Termasuk adanya gerakan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) yang melibatkan banyak kalangan dari lingkungan TNI/Polri, pemerintah, perusahaan swasta hingga masyarakat.

"Intervensi PPS kita lakukan secara keroyokan (gotong royong).   Alhamdulillah, hasilnya terlihat, dan  pada 2024 nanti diharapkan target 14 persen prevalensi stunting  terwujud. Atau bisa jadi di bawah itu melihat gerakan PPS sangat masif dilakukan," ujar dr. Hasto penuh semangat.

BACA JUGA:Hari ke-12 Pemutakhiran, Kader Pendata BKKBN Temui 5,58 Juta Keluarga di Indonesia

Di tengah angka prevalensi stunting yang menurun sekitar 2,8 persen per tahun, dr. Hasto mengakui bahwa  indikator stunting masih terlihat belum membaik.

"Inilah yang nanti kita selalu rapat koordinasi dalam rangka mengawal indikator ini tercapai," tandas dr. Hasto.

Lebih jauh, dr. Hasto menjelaskan bahwa intervensi terhadap kasus stunting juga dilakukan berdasarkan faktor spesifik.

Seperti pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil yang berisiko melahirkan anak stunting karena kurang energi kronis. Intervensi yang sama juga dilakukan terhadap remaja putri yang anemia. 

Dr. Hasto juga mengingatkan para ibu agar memberikan ASI eksklusif kepada bayinya selama enam bulan. Data yang dimiliki BKKBN menunjukkan saat ini pemberian ASI eksklusif  baru 66 persen.

"Targetnya  lebih dari 70 persen. Kalau  bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif wajar kalo stunting karena itu sumber (gizi) utama bayi," tutur dr. Hasto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: