Pemusnahan Barang Bukti Email oleh Jaksa di Era Digital

Pemusnahan Barang Bukti Email oleh Jaksa di Era Digital

Alfa Dera, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lampung Tengah--Ist

Oleh: Alfa Dera

 

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lampung Tengah

 

 

RADARMETRO.DISWAY.ID -- Hampir setiap hari kita membuka handphone, mengecek pesan, membuka email, atau mengirim dokumen. Aktivitas ini terasa begitu biasa dan kerap dilakukan tanpa berpikir panjang. email pun sering dipandang sekadar sarana berkirim berkas dan menyimpan arsip.

Namun, dalam praktik penegakan hukum di era digital, hal-hal yang tampak sederhana justru sering menyimpan persoalan hukum yang tidak sederhana. Tidak sedikit perkara pidana bermula dari email—bukan karena teknologinya, melainkan karena cara teknologi tersebut digunakan.

Dalam banyak perkara, barang bukti yang paling mudah dikenali biasanya adalah handphone. Perangkat ini disita, diperiksa, lalu dihadirkan di persidangan. Langkah tersebut tentu sudah tepat. Akan tetapi, kejahatan di era digital tidak selalu berhenti pada benda yang bisa digenggam.

Handphone pada dasarnya hanyalah alat. Ia bisa diganti kapan saja. Yang kerap luput dari perhatian justru apa yang ada di baliknya, yakni sarana elektronik yang mengendalikan aktivitas di dalamnya. Salah satunya adalah email.

Email bukan sekadar alamat komunikasi. Di dalamnya sering tersimpan dokumen, riwayat percakapan, hingga file yang menjadi rangkaian suatu perbuatan melawan hukum. Dalam praktik, email kerap menjadi “ruang kerja” pelaku kejahatan digital.

Pengalaman ini saya peroleh ketika menangani perkara penipuan di Pengadilan Negeri Depok dengan Nomor Perkara 267/Pid.B/2024/PN Dpk, yang diputus pada 30 September 2024, dengan terdakwa berinisial Y.P. Perkara tersebut merupakan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP—delik yang secara substansi bersifat konvensional, tetapi dilakukan dengan cara-cara digital.

Dari hasil pemeriksaan di persidangan terungkap bahwa di dalam akun email terdakwa tersimpan berbagai dokumen palsu, surat hasil editan, serta file milik korban yang sebelumnya dipindai dan disimpan. Dokumen-dokumen inilah yang digunakan untuk meyakinkan korban dan melancarkan perbuatan pidana.

Dalam konteks ini, penyitaan handphone saja tidaklah cukup. Jika akun email yang digunakan tetap aktif, maka sarana kejahatan sesungguhnya masih berada dalam kendali pelaku. Email masih dapat diakses dari perangkat lain, dokumen palsu tetap tersimpan, dan data korban masih berpotensi disalahgunakan. Risiko kejahatan berulang pun tetap terbuka.

Atas pertimbangan itu, dalam perkara yang saya tangani, jaksa memohon agar akun email dan penyimpanan digital yang digunakan sebagai sarana kejahatan dinyatakan dirampas untuk dimusnahkan. Permohonan ini bukan dimaksudkan untuk menghilangkan alat bukti. Seluruh data telah diamankan, disalin secara forensik, dan digunakan dalam proses pembuktian di persidangan. Yang dimusnahkan adalah sarana kejahatannya, bukan nilai pembuktiannya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: