"Luas itu dilihat dari yang tertera dalam SPPT PBB. Darimana Arma mendapatkan PBB itu, karena suaminya pernah tinggal di rumah tersebut selama bertahun-tahun dan dia yang biasa mengurus pembayaran PBB," jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa PBB tersebut digunakan A untuk menawarkan tanah tersebut ke J. Tetapi jual beli tanah tersebut bukan dilakukan dibawah tangan, tetapi dihadapan PPAT.
"Bu Farida tidak tahu luasan tanah itu, tetapi yang dia tahu mau jual tanah, rumahnya ada, dua lantai harganya sekian, tawar menawar dil Rp400 juta," ungkapnya.
Namun yang menjadi pertanyaannya, lanjutnya, apakah tanah yang kurang yang awalnya 99 meter persegi menjadi 183 meter persegi ada atau tidak, tanah tersebut ada dalam bentuk bangunan rumah yang dibeli J.
"Nah memang Bapak Waspa (almarhum suami Farida) itu beli satu kapling. Di sebelahnya itu ada 1 kapling, tapi hanya dibeli setengahnya, jadi 1,5 kapling. Nah setengah kapling itulah yang belum dijadikan sertifikat, belum dijadikan SHM (Surat Hal Milik). Nah itu titik persoalannya," bebernya.
BACA JUGA:Kadisperkim Metro Jalani Penahanan Lanjutan di Lapas Metro, Berikut Proses Penahananya!
Diakuinya bahwa pihaknya bersama kliennya telah beritikat baik menawarkan untuk mengurus setengah sertifikat tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Metro.
"Nah Bu Farida dan Bu Eni sudah menawarkan ke Jinggo untuk mengurus setengah sertifikat itu ke BPN. Apakah bisa diurus, bisa. Namun dengan satu syarat yang bisa mengurus adalah atas nama SHM. Nah SHM tersebut sudah balik nama ke Aliran, sehingga Bu Farida tidak lagi bisa mengurus untuk peningkatan SHM," jelasnya lagi.
Bahkan pihaknya juga telah mendapatkan surat kuasa dari pihak Jinggo untuk pengurusan ke BPN terhadap setengah kapling tanah tersebut.
"Nah sudah mau diurus harus ada tanda tangan dokumen ke BPN, namun Alizar tidak mau menandatanganinya. Karena tidak mau, ya tidak bisa diurus," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa karena persoalan tersebut yang berlarut larut kliennya kembali menawarkan pembelian kembali atas tanah dan bangunan tersebut.
"Bu Farida buka angka di Rp500 juta. Tetapi pihak Jinggo tidak bersedia. Dia meminta di angka Rp2,8 milliar," bebernya.
"Darimana Bu Farida? Kecuali Bu Farida punya tambang emas. Ya nggak punya uang segitu. Kita punya buktinya (whatshappnya). Nah artinya kami dari kuasa hukum Bu Farida, Jinggo adalah pembeli tidak beretikat baik," cetusnya.
Menurutnya, kalau dari kliennya merupakan penjual beretikat baik. Bahkan kliennya telah menawarkan solusi berapa biasa renovasi rumah tersebut nanti akan dibawa tim independen untuk menghitungnya.
"Kita sudah bawa tim untuk menghitung berapa biaya renovasi rumah tersebut. Tetapi kami tidak bisa masuk ke rumah itu dengan berbagai alasan," katanya.
Untuk diketahui, tambah Hanafi, bahwa rumah beserta tanah yang dulu menjadi milik kliennya dari warisan suaminya sudah dalam penguasaan A.