Wartawan Harus Independen: Stop Rangkap Jabatan di LSM dan Ormas

Wartawan Harus Independen: Stop Rangkap Jabatan di LSM dan Ormas

Mas Andre Hariyanto, Penulis Buku Mutiara Hikmah & Trainer Jurnalistik Nasional--Ist

3. Kepercayaan publik dan persepsi objektivitas

Pers atau media memiliki peran sosial yang besar: menyajikan informasi jujur, akurat, dan berimbang agar publik dapat mengambil keputusan berdasarkan fakta. Bila masyarakat melihat wartawan juga menjabat di organisasi aktivis, maka persepsi bahwa wartawan "berkepentingan" akan mudah muncul — dan citra media bisa tercemar.

Banyak masyarakat merasa tidak nyaman ketika ada wartawan yang “bermain di dua sisi” — sebagai jurnalis sekaligus aktivis LSM/ormas — karena dikhawatirkan jurnalisme digunakan untuk menguatkan agenda politik atau advokasi organisasi tersebut. Imbauan Dewan Pers itu menurut saya juga lahir dari keresahan sosial semacam ini.

Kritik terhadap argumen “hak konstitusional aktivisme”

Pihak yang mempertahankan kebebasan seorang wartawan untuk menjadi anggota LSM sering berargumen bahwa hak menjadi aktivis atau anggota organisasi sosial adalah hak konstitusional, bahkan bagi wartawan. Memang benar bahwa hak untuk berserikat dan berorganisasi dilindungi oleh konstitusi.

Namun, kebebasan itu tidak bersifat absolut dalam konteks profesi. Apabila eksistensi ganda itu merusak fungsi, martabat, dan integritas profesi jurnalistik, maka regulasi etis — seperti yang dibuat Dewan Pers — sangatlah wajar dan perlu.

Dewan Pers sendiri dalam Seruan Nomor 02/S-DP/XI/2023 menyebut:

“Seseorang menjadi anggota/aktivis LSM dan anggota organisasi massa merupakan hak asasi … Akan tetapi, demi menjaga independensi dan menghindari terjadinya konflik kepentingan sebagai wartawan profesional, apabila ada peristiwa yang menyangkut kepentingan LSM yang dipimpin/diikuti wartawan tersebut wajib tidak melakukan kerja jurnalistik terkait subjek/objek LSM … lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau ormas tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional.”

Perkataan “lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri…” menegaskan bahwa Dewan Pers menganggap bahwa paling aman dan elegan adalah melepaskan keterlibatan organisasional demi menjaga posisi jurnalistik yang bersih.

Potensi bahaya praktik dan konflik kepentingan dalam perangkapan profesi

1. Pencampuran peran

Wartawan bisa saja menyuarakan agenda LSM-nya melalui pemberitaan, dengan menutupi identitas aktivisnya. Misalnya, liputan yang seolah-olah netral padahal sarat kepentingan advokasi tertentu.

2. Atribusi ganda atau tidak jujur kepada narasumber

Ada kasus di mana wartawan menyebut dirinya sebagai jurnalis, padahal dalam kenyataan ia adalah pengurus LSM, atau sebaliknya. Ini menciptakan bias atau ketidakjujuran dalam relasi wartawan–nara sumber.

3. Penggunaan media sebagai alat advokasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: