Wartawan Harus Independen: Stop Rangkap Jabatan di LSM dan Ormas

Wartawan Harus Independen: Stop Rangkap Jabatan di LSM dan Ormas

Mas Andre Hariyanto, Penulis Buku Mutiara Hikmah & Trainer Jurnalistik Nasional--Ist

Media, lembaga jurnalistik, dan organisasi wartawan harus terus mengedukasi anggota tentang risiko perangkapan profesi dan konsekuensi etisnya.

4. Transparansi kepada publik

Jika secara historis seseorang pernah aktif dalam LSM, sebaiknya dinyatakan dengan jelas agar publik tahu latar belakang tersebut. Tapi yang terbaik tetap: menjaga agar tidak ada tumpang tindih.

Dengan menegakkan prinsip keprofesionalan jurnalistik yang murni — tanpa beban kepentingan organisasi luar — media dan wartawan bisa terus menjadi pilar utama demokrasi, menjadi pencerah publik, dan menjadi lembaga kritis yang dipercaya.

Semoga opini ini bisa menjadi bahan refleksi bagi rekan-rekan wartawan dari sabang sampao merauke dan pimpinan media, agar kita bersama menjaga marwah pers Indonesia.RADARMETRO.DISWAY.ID -- Dalam beberapa tahun terakhir, persoalan perangkapan profesi – di mana seorang wartawan juga aktif sebagai pengurus atau anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan – makin sering mendapatkan sorotan. Dewan Pers bahkan telah secara terbuka mengeluarkan imbauan agar wartawan melepaskan peran ganda tersebut demi menjaga independensi dan kredibilitas pers.

Menurut saya, keputusan Dewan Pers itu tepat, dan ada alasan-alasan mendasar mengapa profesi wartawan sebaiknya tidak merangkap sebagai aktivis LSM atau ormas. Di bawah ini saya paparkan argumentasi, sekaligus mengajak rekan-rekan wartawan dan masyarakat luas memahami pentingnya menjaga “kemurnian” profesi jurnalistik.

Dasar Regulasi dan Etika: Profesi, Independensi, dan Kepercayaan Publik

1. Landasan hukum dan kode etik jurnalistik

Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebut bahwa “yang dimaksud dengan ‘Kode Etik Jurnalistik’ adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.”

Pada Pasal 7 UU Pers dinyatakan bahwa wartawan Indonesia memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Dewan Pers kemudian merumuskan Kode Etik Jurnalistik melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 sebagai landasan etis bagi semua wartawan Indonesia.

Selain itu, baru-baru ini Dewan Pers juga mengeluarkan Peraturan Dewan Pers Nomor 03/PERATURAN-DP/IV/2024 tentang Pedoman Perilaku dan Standar Pers Profesional, yang semakin menegaskan pentingnya perilaku profesional dalam dunia pers.

Jadi, sudah ada kerangka regulasi -- baik hukum maupun etika profesi -- yang jelas menempatkan wartawan dalam posisi yang berbeda dari aktor-aktor sosial lainnya.

2. Independensi sebagai syarat mutlak profesi jurnalistik

Salah satu nilai inti dalam Kode Etik Jurnalistik adalah independensi — wartawan harus bekerja berdasarkan penilaian profesional tanpa tergantung atau terpengaruh oleh kepentingan luar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: