Anak Kampung Membaca Jejak Digital: Catatan Perburuan DPO di 2025
Alfa Dera, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lampung Tengah--Ist
Oleh: Dr. Alfa Dera, S.H., M.H., M.M.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lampung Tengah
RADARMETRO.DISWAY.ID -- Tahun 2025 telah berada di penghujung perjalanan. Hari-hari ini adalah hari-hari terakhir sebelum waktu beranjak ke 2026. Pergantian tahun selalu menghadirkan ruang jeda—waktu untuk menoleh ke belakang, menimbang apa yang telah dilalui, dan mempersiapkan langkah ke depan. Dalam jeda inilah saya mencoba merangkum sebuah kisah. Bukan sekadar catatan kerja, melainkan perjalanan pengabdian dalam perburuan Daftar Pencarian Orang (DPO) selama bertugas di tahun 2025, khususnya di wilayah Lampung.
Saya lahir dan tumbuh sebagai anak kampung. Hidup dalam kesederhanaan mengajarkan saya banyak hal: bekerja dengan sabar, menghargai proses, dan belajar merasa cukup atas apa yang dimiliki. Dari kampung, saya memahami bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti belajar.
Sejak awal, saya percaya bahwa berasal dari desa bukan berarti harus tertinggal dari zaman. Justru dari kesederhanaan itulah rasa ingin tahu tumbuh. Teknologi memang tidak selalu hadir lebih dulu di kampung, tetapi keinginan untuk memahami dunia sering kali lahir lebih cepat. Nilai itulah yang saya bawa hingga hari ini, ketika dipercaya menjalani amanah sebagai jaksa di era digital.
April 2025 menjadi titik penting dalam perjalanan saya. Saya mendapat penugasan di Kejaksaan Negeri Lampung Tengah, wilayah yang bukan sekadar tempat tugas, tetapi juga tanah asal-usul keluarga dari garis keturunan ayah. Bahkan, nama salah satu kecamatan di kabupaten ini melekat dalam identitas saya. Alfa bukan sekadar nama, melainkan singkatan dari Anak Lampung Pubian Asli—sebuah pengingat akan akar, sekaligus tanggung jawab.
Bertugas di tanah leluhur menghadirkan perasaan yang tidak sederhana. Ada rasa pulang, tetapi juga kesadaran bahwa setiap langkah seolah diawasi oleh sejarah. Di tempat asal, kesempatan tidak boleh disia-siakan. Justru di sinilah pengabdian harus memberi arti.
Dalam praktik penegakan hukum, saya semakin memahami bahwa tugas jaksa tidak berhenti pada pembacaan putusan di ruang sidang. Putusan baru benar-benar bermakna ketika dijalankan. Pada titik inilah, penanganan Daftar Pencarian Orang (DPO) menjadi tugas yang tidak bisa ditawar.
Sepanjang 2025, perburuan DPO menjadi bagian penting dari kerja kami. Salah satu yang menyita perhatian publik adalah penangkapan Endang Peristiwati, terpidana korupsi saat menjabat teller bank BUMN dengan kerugian negara lebih dari Rp2 miliar. Yang bersangkutan telah buron sejak 2017 dan beberapa kali mengganti identitas. Penangkapan dilakukan secara persuasif dan humanis, sebelum akhirnya dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan.
Kasus lain menyusul. Awaludin, mantan Bendahara Panwaslu Lampung Tengah, berhasil diamankan di Jakarta Selatan setelah tujuh tahun dalam pelarian. Penangkapan ini menegaskan satu hal penting: waktu tidak menghapus daya ikat putusan pengadilan.
Di Kabupaten Pesawaran, kami menghadapi perkara Sutrisna, mantan Kepala Desa Mada Jaya, dalam dugaan korupsi Dana Desa dengan kerugian negara ratusan juta rupiah. Setelah berbulan-bulan tidak kooperatif, yang bersangkutan akhirnya diamankan di kediamannya tanpa perlawanan. Perkara ini mengajarkan bahwa konsistensi dan kesabaran sering kali lebih menentukan daripada kecepatan.
Perburuan DPO tidak selalu berlangsung di wilayah perkotaan. Dalam perkara lain, terpidana korupsi PNPM di Kabupaten Tanggamus yang telah buron hampir satu dekade akhirnya berhasil diamankan melalui operasi intelijen gabungan.
Ada pula DPO korupsi bernama Azhari yang memilih bersembunyi di kawasan hutan lindung dengan akses geografis terbatas. Namun melalui koordinasi lintas satuan dan kerja yang terukur, yang bersangkutan tetap berhasil diamankan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: