Sejak saat itu, saya sudah memprediksi Tondi lempar handuk dan memilih untuk menjadi anggota DPRD Provinsi Lampung.
Karena dinamika yang terjadi, sudah mulai terbaca dan titik titiknya sudah mulai menjadi garis lurus.
Saya ikuti remahan rotinya, dan memang Tondi bukan untuk Kota Metro di 2024 ini.
Sehat-sehat Ketua Tondi, saya yakin bro saya ini akan bisa lebih berkontribusi di DPRD Provinsi Lampung. 2029, kita ketemu lagi dan ke depan kita tetap berkawan.
BACA JUGA:Wahdi di Antara 4 Nama
O iya, akhirnya kami jadi ngopi bareng setelah tulisan saya yang berjudul Ada Apa Dengan Tondi? dirilis.
Tapi ketika ngopi itu, saya sudah tahu 90 persen kejadiannya akan seperti ini.
Gak perlu saya buka isi obrolannya, tapi saya dan Ketua Tondi sudah sama-sama memahami konteksnya.
Itu prolognya ya, gak papalah ya kepanjangan, namanya juga analisis terakhir. Yang penting pembaca setia tulisan saya bisa menikmati bacaannya.
Kita kembali ke topik utama, sesuai judul yakni Wahdi versus kotak kosong.
Bukan saya mendahului, tapi saya memahami teman-teman partai politik yang melakukan manuver-manuver beberapa hari terakhir. Dan itu tidak salah. Itu sah-sah saja.
Tapi mohon maaf saya tidak bisa ikut nimbrung manuver itu, karena saya sudah punya bacaan sendiri.
Jadi begini ceritanya (nah mulai seru ini). Jadi awalnya, saya memprediksi Wahdi tidak akan lagi berdampingan dengan Qomaru Zaman.
Mengapa? Pendekatannya adalah karena saat ini Wahdi sudah mengikuti alur partai politik, bukan lagi independen.
Analisisnya, tidak mungkin partai akan begitu saja melepaskan posisi wakilnya Wahdi, untuk Qomaru yang dalam tanda kutip, tidak merepresentasikan partai manapun (meskipun sempat di PKS, saya tidak tahu apakah masih di PKS atau tidak saat ini, karena saya mau ajak ngobrol aja tidak pernah ada waktu, suibuk sekali sepertinya beliau ini).
BACA JUGA:Ada Apa Dengan Tondi?