Bye Bye Kotak Kosong
--
LAMPUNG, RADARMETRO.DISWAY.ID – Politik oh Politik. Benar adanya dalam Politik 1+1 itu tidak hanya dua, bisa juga sebelas, bisa juga satu, bahkan bisa sampai di luar nurul, jadi seratus.
Tapi itulah realitanya, dalam politik selalu ada panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan selalu manis, selalu membawa-bawa nama rakyat, pokoknya baik baik semua, sampai eneg kita mendengarnya.
Tapi jangan lupa, dalam politik selalu ada panggung belakang, yang tidak bisa dilihat hanya dengan kacamata kuda. Ada hal-hal di panggung belakang yang justru bisa lebih dominan menentukan hasil daripada panggung depan.
Jadi jangan heran, jika pergerakan politik sangat dinamis dan bisa bergerak ke sana kemari, bahkan bisa berubah.
Saya ingat betul pesan dari politisi di Banten yang juga sudah saya anggap guru dan abah dalam dunia politik, sampai penutupan pendaftaran ke KPU segalanya masih sangat mungkin terjadi.
Perubahan masih sangat mungkin terjadi bahkan dalam hitungan sekejap mata. Jadi memang untuk para politisi jangan pernah lengah, jangan jumawa jika mendapatkan sesuatu, dan jangan menyerah pada mimpi awal saat memutuskan terjun ke politik.
Mungkin inilah dinamika yang bisa terjadi di beberapa daerah untuk pemilihan kepala daerah di Lampung.
BACA JUGA:Warning, Ardito Melawan, Musa Terancam
Baik pemilihan gubernur dan pemilihan walikota serta bupati, masih sangat cair hingga hari ini.
Disclaimer, analisis politik yang saya buat ini, murni merupakan analisa melalui pendekatan sosial kemasyarakatan dan dinamika politik di nasional dan regional Lampung dalam beberapa hari terakhir.
Yang pertama adalah kemungkinan tidak terjadinya kotak kosong dalam pilkada di beberapa daerah.
Kalau sebelumnya santer disebutkan bahwa pilkada di Lampung akan didominasi pertarungan calon dengan kotak kosong, saya melihat hingga hari ini eskalasi tidak mengarah ke sana.
Pendekatan yang saya lakukan adalah pasca mundurnya Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar.
Sejak awal heboh pengunduran diri Airlangga, saya melihat salah satunya disebabkan peta politik Golkar di pemilihan gubernur yang kalah geeerrr dibandingkan dengan Gerindra (tentunya ada banyak faktor lain ya, tapi saya melihat faktor pilkada level gubernur ikut memberi penebalan penyebabnya).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: