Apakah Indonesia Mengarah Menjadi Negara Gagal? Telaah Kritis Berdasarkan Indikator Negara Gagal

Apakah Indonesia Mengarah Menjadi Negara Gagal? Telaah Kritis Berdasarkan Indikator Negara Gagal

Apakah Indonesia Mengarah Menjadi Negara Gagal? Telaah Kritis Berdasarkan Indikator Negara Gagal--Dok Radarmetro.disway.id

Ditulis Oleh:

Nama : Dimas Danu Saputra

STB    : 5214

Prodi : Manajemen Pemasyarakatan A

RADARMETRO.DISWAY.ID -- Wacana mengenai negara gagal (failed state) muncul sebagai refleksi atas kemampuan suatu negara dalam menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, seperti menjaga keamanan, memberikan pelayanan publik, menegakkan supremasi hukum, serta menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Dalam berbagai literatur, terutama karya Robert I. Rotberg dalam When States Fail: Causes and Consequences (2004), serta melalui indeks seperti Fragile States Index dari Fund for Peace, negara gagal didefinisikan sebagai negara yang kehilangan legitimasi pemerintahan, tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi esensial, dan mengalami fragmentasi sosial yang berujung pada kekacauan.

Lebih lanjut, dalam buku Why Nations Fail (2012), Daron Acemoglu dan James A. Robinson menegaskan bahwa kemakmuran dan kegagalan suatu negara tidak ditentukan oleh geografi, budaya, atau kebodohan pemimpinnya, melainkan oleh institusi politik dan ekonomi yang dibangun.

Negara akan gagal jika institusi-institusinya bersifat eksklusif: menutup akses terhadap kekuasaan, menciptakan monopoli sumber daya, dan tidak akuntabel terhadap rakyat. Negara yang gagal tidak hanya kehilangan kemampuan untuk menyediakan layanan dasar, tetapi juga menjadikan kekuasaan sebagai alat akumulasi kepentingan elite, bukan kesejahteraan publik.

Indonesia, sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia, memang belum dapat disebut sebagai negara gagal. Namun, sejumlah indikator menunjukkan bahwa negara ini tengah berada dalam posisi fragile atau rentan. Kapasitas dan kemauan negara untuk menjalankan fungsi inti, seperti penyediaan layanan publik yang adil, penegakan hukum yang efektif, serta perlindungan hak warga negara, tampak melemah dalam beberapa tahun terakhir.

Salah satu ciri utama negara gagal dalam Why Nations Fail (2012) adalah menurunnya kapasitas negara dalam menyediakan fungsi dasar—dan ini bisa dilihat dalam pelayanan publik Indonesia. Di sektor pendidikan, meskipun anggaran pendidikan terus meningkat, capaian kualitas masih timpang.

Menurut hasil PISA 2022, skor rata-rata pelajar Indonesia adalah 359 untuk membaca, 366 untuk matematika, dan 383 untuk sains. Skor ini jauh di bawah rata-rata OECD yang masing-masing sebesar 476 untuk membaca dan sains, serta 472 untuk matematika.

Indonesia menempati peringkat ke-76 dari 79 negara yang berpartisipasi, menandakan bahwa mayoritas siswa berusia 15 tahun belum mencapai kompetensi dasar yang diharapkan. Salah satu wilayah yang mencerminkan kondisi ini adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana akses terhadap fasilitas pendidikan berkualitas masih terbatas, dan angka putus sekolah cukup tinggi, terutama di daerah pedesaan.

Kemerosotan indikator ekonomi dan sosial juga menjadi perhatian. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2023 tercatat sebesar 5,45%, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, pengangguran masih tinggi di kalangan muda dan lulusan perguruan tinggi. Di Provinsi Banten, misalnya, TPT mencapai 7,97%, dengan kontribusi terbesar berasal dari lulusan SMA. Hal ini mencerminkan ketidaksesuaian antara dunia pendidikan dan kebutuhan pasar kerja, serta kurangnya lapangan kerja yang tersedia bagi angkatan kerja muda.

Korupsi pun menjadi indikator kuat dari gejala negara gagal. Indonesia mencatat skor 37/100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) 2023 versi Transparency International, menempatkannya di peringkat ke-99 dari 180 negara. Skor ini menunjukkan bahwa korupsi di sektor publik masih menjadi masalah serius. Pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi undang-undang pada 2019 telah mengurangi independensi dan efektivitas lembaga tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: