Menelusuri Makna Negik : Belajar Dari Kasus Dokter-Pasien RSAM

Menelusuri Makna Negik : Belajar Dari Kasus Dokter-Pasien RSAM

Menelusuri Makna Negik : Belajar Dari Kasus Dokter-Pasien RSAM--Ist

oleh: Prof. Admi Syarif, PhD

 

DosenUnila dan Tukang tulis

 

RADARMETRO.DISWAY.ID -- Sore ini, saya kembali melihat sebuah berita yang cukup viral beberapa hari ini di halaman sosial media. Berita di surat kabar Online tersebut berjudul “Oknum Dokter Berinisial BR RS Abdul Moeloek ‘Negik’ Orangtua Pasien BPJS.” Diberitakan bahwa orangtua pasien dimintai uang sebesar Rp8 juta dengan dalih tertentu, yang kemudian ditransfer ke rekening pribadi dokter tersebut.

Pada tulisan kali ini, saya ingin memaknai istilah “negik” dari berbagai perspektif, terutama perspektif lainnya.

Saya tertarik dengan istilah “negik~menegik” ini, karena cukup populer di daerah tempat saya tinggal. Saya kebetulan lahir dan dibesarkan di daerah DePasKo (Depan Pasar Koga), Kedaton. Di kalangan anak muda saat itu, sering terdengar percakapan dengan kata “negik” seperti ini:

“Lo tadi negik sopir yang lewat di jalan itu ya?” tanya seorang anak muda kepada temannya.

Kata “negik” adalah bahasa informal yang cukup populer di Lampung. Dalam bahasa Indonesia, kata ini bersinonim dengan “memalak” atau “memeras”. Secara harfiah, “negik” bermakna “membebani dengan uang atau barang secara paksa dari orang lain”. Tidak jarang, istilah “negik” biasanya diikuti dengan ancaman atau tekanan. Tentu saja, “negik” ini juga dikaitkan dengan kegiatan ilegal atau tindakan yang tidak sah menurut hukum kita. Orang yang ditegik juga pasti akan merasa tidak senang dan memiliki hak untuk melaporkan.

Kita juga baru saja ramai dengan cerita dugaan “negik” yang melibatkan artis NM kepada seorang pengusaha skincare berinisial RG yang cukup viral pada pertengahan 2025 lalu. Dalam laporan yang dibuat oleh RG ke pOlda Metro Jaya, ia mengklaim bahwa NM negik sebesar Rp4 miliar sebagai syarat agar tidak memberikan ulasan negatif terhadap produk kecantikan miliknya. Produk skincare tersebut diduga mengandung bahan berbahaya seperti sodium lauryl sulfate (SLS).

Kasus ini sangat menarik perhatian publik karena melibatkan selebriti dan pengusaha ternama, serta menyoroti potensi media sosial. Kasus ini juga membuka mata kita tentang bagaimana tindakan “negik” bisa terjadi dalam dunia yang lebih besar, seperti di ranah bisnis dan pelayanan kesehatan.

Di kasus lain, orangtua pasien BPJS yang menjadi korban “negik” oleh oknum dokter di RS Abdul Moeloek menceritakan pengalamannya. “Dokternya tidak menjelaskan alat apa yang dimaksud. Karena ingin anak selamat, kami akhirnya menuruti. Uang itu kami transfer ke rekening pribadi, bukan ke rekening rumah sakit,” ujar orang tua pasien tersebut.

Berita ini mendapat perhatian serius dari RSUD Abdul Moeloek (RSAM). Direktur RSAM, Imam Ghozali, menyatakan bahwa RSAM tidak akan menoleransi praktik pungutan liar (pungli) dalam bentuk apa pun, apalagi “negik” pasien BPJS yang seharusnya mendapatkan layanan gratis sesuai aturan. Beliau menegaskan akan menyelesaikan kasus ini sebaik-baiknya.

Tak hanya itu, Gubernur Lampung Rahmad Mirzani Djausal juga turut menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya dan berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Kita semua berharap proses penyelesaian kasus ini berjalan dengan adil dan transparan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: