Fenomena ini sejatinya telah diperingatkan dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya…”
(QS. Al-Hujurat: 6)
Ayat ini menjadi sangat relevan di era digital, ketika informasi datang tanpa wajah dan tanpa identitas yang jelas. Tabayyun bukan sekadar ajaran moral, tetapi kebutuhan sosial.
Rasulullah SAW juga mengingatkan:
“Cukuplah seseorang dianggap berdusta ketika ia menceritakan setiap apa yang ia dengar.”
(HR. Muslim)
Budaya share tanpa pikir bukan hanya berisiko moral, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
Peran Kejaksaan di Era Digital
Di tengah derasnya arus informasi digital, Kejaksaan memiliki peran strategis. Bukan hanya sebagai penegak hukum di hilir, tetapi juga sebagai penjaga kesadaran hukum di hulu.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menegaskan bahwa Kejaksaan tidak hanya berfungsi melakukan penuntutan, tetapi juga melaksanakan fungsi intelijen penegakan hukum, pencegahan, dan penerangan hukum kepada masyarakat.
Dalam konteks era digital, peran ini menjadi semakin penting, antara lain melalui:
* Peningkatan pemahaman hukum digital masyarakat, khususnya terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), termasuk risiko penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan manipulasi informasi.
* Pengawasan dan deteksi dini terhadap konten multimedia yang berpotensi menyesatkan, memecah belah, atau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu yang merugikan publik.
* Penerangan hukum berbasis digital, agar masyarakat tidak hanya menjadi konsumen algoritma, tetapi subjek hukum yang sadar hak dan kewajibannya.
Pengawasan di era digital tidak selalu berbentuk penindakan. Justru yang paling penting adalah membangun literasi hukum dan kesadaran kritis, agar masyarakat tidak mudah dimanipulasi oleh narasi yang dibentuk mesin.
Kontrol modern tidak lagi hadir dalam bentuk kekerasan fisik. Ia bekerja halus melalui pengulangan, pembingkaian, dan pembiasaan. Ketika manusia tidak lagi mampu membedakan mana suara asli dan mana gema buatan, maka yang berkuasa bukan kebenaran, melainkan sistem.