Subsidi Tarif Tol Lampung - Palembang: Upaya Menyelamatkan Jalan Arteri, APBN/APBD, dan Kualitas Udara
Slamet Tedy Siswoyo, Dosen Universitas Muhammadiyah Metro--Ist
Ada satu dampak lain yang sering luput dari perhitungan yaitu polusi udara dan emisi gas rumah kaca.
Ketika kendaraan pindah dari tol ke jalan arteri, polusinya tidak hanya naik, tapi juga berpindah lokasi lebih dekat ke permukiman, sekolah, dan pasar. Macet, banyak berhenti, dan sering akselerasi rem di jalur arteri membuat emisi per kilometer lebih tinggi dibanding melaju stabil di tol.
Jadi, menjaga kendaraan tetap menggunakan tol bukan hanya soal kenyamanan berkendara, tetapi juga soal kesehatan warga dan komitmen Indonesia pada pengurangan emisi.
Kenapa Subsidi Tarif Tol Justru Masuk Akal?
Ada logika sederhana, sedikit subsidi di tarif tol bisa menghemat subsidi BBM, menurunkan biaya perbaikan jalan, dan mengurangi polusi.
Beberapa poin kebijakan yang bisa dipertimbangkan:
1. Subsidi atau diskon terarah di koridor strategis.
Koridor Lampung - Palembang adalah pintu masuk utama ke Sumatera dan jalur logistik penting. Pemerintah bisa menargetkan subsidi tarif untuk kendaraan golongan I (mobil pribadi) dan golongan II (truk ringan) atau untuk kendaraan yang melakukan perjalanan penuh Bakauheni - Palembang, sehingga manfaat efisiensi logistik maksimal.
2. Skema seperti musim mudik, tapi diperluas.
Pada Lebaran 2025, pemerintah sempat menggratiskan beberapa ruas jalan tol trans sumatera pada masa arus balik, termasuk Terbanggi Besar - Kayu Agung untuk mengurangi beban pemudik dan menarik mereka masuk tol sebagaimana ditulis oleh tempo.co. Ini bukti bahwa insentif harga terbukti efektif mengarahkan arus kendaraan ke tol. Skema serupa bisa dipakai di hari biasa dalam bentuk diskon permanen atau dinamis (jam sibuk, hari kerja, dll.), bukan hanya saat Lebaran.
3. Mengalihkan sebagian kecil subsidi BBM ke subsidi tol.
Dengan subsidi BBM yang mencapai puluhan triliun per tahun, mengalihkan sebagian kecil saja untuk menurunkan tarif tol di koridor strategis bisa memberikan efek ganda:
- pengguna lebih memilih tol yang lebih cepat dan efisien;
- konsumsi BBM (dan subsidi) berpotensi turun karena perjalanan lebih singkat dan tidak macet;
- kerusakan jalan arteri berkurang sehingga anggaran perbaikan jalan daerah tidak terlalu “jebol”.
4. Perlindungan bagi UMKM rest area dan ekonomi lokal.
Menurut tulisan lontar.co, banyak UMKM di rest area Tol Lampung yang makin sepi pembeli ketika arus kendaraan turun akibat tarif yang dianggap terlalu mahal. Menjaga arus kendaraan tetap ramai di tol melalui kebijakan tarif yang wajar juga berarti menjaga omzet warung, SPBU, dan usaha kecil di sepanjang rest area.
Penutup: Murah di Tol, Hemat di APBN, Sehat di Udara
Subsidi tarif tol sering dipersepsikan sebagai kebijakan memanjakan pemilik mobil. Padahal, jika dilihat utuh, subsidi tarif tol di koridor penting seperti Lampung - Palembang bisa menjadi instrumen penghematan anggaran dan perlindungan lingkungan. Tanpa insentif harga, pengguna mobil dan truk akan terus mencari jalur termurah di depan mata, yaitu jalan arteri. Dalam jangka pendek, mereka mungkin memang menghemat biaya tol. Namun dalam jangka menengah hingga panjang, negara bisa membayar jauh lebih mahal melalui anggaran perbaikan jalan nasional dan jalan daerah yang membengkak, subsidi BBM yang terus naik karena lalu lintas makin macet dan boros, serta biaya kesehatan dan kerusakan lingkungan akibat polusi.
Di tengah pembahasan APBN yang ketat dan komitmen iklim yang semakin serius, subsidi tarif tol yang cerdas dan terarah bukanlah pemborosan, melainkan investasi untuk menjaga jalan tetap layak, lalu lintas lebih tertib, udara lebih bersih, dan keuangan negara lebih sehat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: