UM Metro Perkenalkan Budikdamber di Banjarrejo, Dukung Ketahanan Pangan & Pemenuhan Gizi Warga

UM Metro wujudkan Kampus Berdampak lewat Budikdamber Lele: Teknologi Sederhana untuk Ketahanan Pangan & Pemenuhan Gizi Banjarrejo--Ist
BANJARREJO, RADARMETRO.DISWAY.ID -- Mahasiswa UM Metro bersama dosen mempraktikkan dan mendiseminasikan teknologi Budikdamber (budidaya ikan dalam ember) sebagai solusi pekarangan produktif yang murah, mudah, dan berkelanjutan.
Kegiatan pelatihan ini menegaskan komitmen “Kampus Berdampak” UM Metro dalam mendukung ketahanan pangan sekaligus pemenuhan gizi keluarga di Desa Banjarrejo.
Dalam sesi praktik, tim memperagakan satu set Budikdamber ember 80–85 liter berisi ±100 benih lele (ukuran 5–7 cm) dengan tata kelola kualitas air yang ketat: ketinggian air 60–70 cm, diendapkan ≥24 jam untuk menurunkan klorin, penambahan garam krosok untuk menstabilkan pH, dan arang guna mengikat amonia.
Pemberian pakan dilakukan 2–3 kali sehari secukupnya, penggantian air 20–30% tiap 5–7 hari, serta penyortiran mingguan untuk mencegah kanibalisme. Dengan manajemen yang tepat, lele umumnya siap panen dalam 2,5–3 bulan.
--
BACA JUGA:UM Metro Wujudkan Kampus Berdampak Melalui Pelatihan Pertanian Organik Berbasis Pekarangan Rumah
Pelatihan juga memadukan aquaponik sederhana: bibit kangkung (atau sayuran lain) ditanam pada gelas plastik berlubang yang dikaitkan di bibir ember, sehingga akar menyerap nutrien langsung dari air budidaya.
Skema ini membentuk siklus hara tertutup limbah organik dari lele menyuburkan tanaman, sementara tanaman membantu menjaga kejernihan air menekan biaya pakan dan pupuk sekaligus menghadirkan sumber protein hewani dan sayuran segar di rumah tangga.
Menguatkan aspek keamanan pangan, tim menganjurkan pemisahan rapi unit unggas/kompos dari area pengolahan makanan, menjaga kebersihan alat, dan mencegah limpasan kotoran ke media air lele.
Bagi warga dengan ruang lebih, model pekarangan terintegrasi dapat ditingkatkan dengan bokashi dari kotoran unggas (ditambah sekam/serbuk gergaji, dedak, dan EM4) serta kompos panas 55–65°C selama 7–14 hari untuk memutus siklus patogen—semuanya tetap mengedepankan higienitas.
--
Kegiatan ini memperkuat peran mahasiswa sebagai agen perubahan di masyarakat: mereka mendampingi peserta mengukur parameter sederhana, menyiapkan media tanam, merangkai aerasi, hingga evaluasi harian.
Selain meningkatkan keterampilan warga, pelatihan memberi pengalaman lapangan bagi mahasiswa lintas prodi dan menautkan riset/teknologi kampus dengan kebutuhan riil desa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: