QRIS Lintas Negara: Satu Kode, Banyak Peluang

QRIS Lintas Negara: Satu Kode, Banyak Peluang

Slamet Tedy Siswoyo, Mahasiswa Doktoral Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung--Ist

Tantangan: Dari Kurs hingga Literasi

Namun, jalan menuju sistem pembayaran lintas-negara yang benar-benar inklusif tidak selalu mulus. Ada sejumlah tantangan yang harus dijawab bersama.

Pertama, transparansi kurs dan biaya transaksi. Meskipun konversi dilakukan otomatis, pengguna perlu mengetahui nilai tukar yang berlaku sebelum menekan tombol “bayar”. Jika tidak, bisa muncul rasa dirugikan ketika nilai akhir berbeda dari perkiraan. Bank dan penyedia aplikasi harus memastikan informasi ini tampil jelas dan real-time.

Kedua, keamanan dan perlindungan konsumen. Di tengah maraknya penipuan digital, ancaman seperti QR palsu, phishing, dan pengalihan tautan transaksi semakin sering terjadi. Sistem lintas negara membutuhkan standar keamanan siber yang jauh lebih kuat serta mekanisme pengaduan yang mudah diakses.

Ketiga, literasi keuangan digital. Di kota besar, penggunaan QRIS sudah menjadi kebiasaan. Tetapi di banyak daerah pedesaan, banyak pelaku UMKM yang masih ragu. Mereka takut uang “tidak masuk” atau “diblokir sistem”. Maka, edukasi publik harus disampaikan dengan bahasa sederhana dan berbasis komunitas lokal.

Keempat, kesiapan infrastruktur. Tidak semua wilayah memiliki jaringan internet stabil. Tanpa koneksi yang memadai, potensi QRIS lintas-negara bisa terhambat. Pemerintah daerah, operator telekomunikasi, dan lembaga keuangan harus bersinergi memastikan ekosistem ini berfungsi di seluruh pelosok negeri.

Mencegah Kesenjangan Digital Baru

Transformasi digital sering disebut sebagai jalan menuju keadilan ekonomi. Tapi tanpa kebijakan yang berpihak, ia bisa justru memperlebar jarak antara mereka yang terhubung dan yang tertinggal.

Data Bank Indonesia menunjukkan, dari lebih 44 juta merchant QRIS pada 2025, sebagian besar terkonsentrasi di kota besar. Di pedesaan, infrastruktur terbatas membuat adopsi masih rendah. Jika QRIS lintas-negara hanya dinikmati oleh pelaku usaha di kawasan wisata, maka jurang digital bisa semakin dalam.

Karena itu, QRIS lintas-negara harus dijaga agar tidak menjadi kemewahan teknologi, melainkan alat pemberdayaan. Pemerintah dapat memberikan subsidi perangkat bagi pedagang kecil, integrasi dengan program KUR Digital, atau pelatihan rutin bagi koperasi dan BUMDes agar ikut menjadi bagian ekosistem ini.

Rupiah Go Global: Diplomasi dan Kedaulatan Digital

Selain manfaat praktis, QRIS lintas-negara juga memiliki makna strategis. Ia bagian dari visi besar “Rupiah Go Global”, mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas batas Asia Tenggara. Melalui kesepakatan Local Currency Transaction Framework, Indonesia bersama Singapura, Malaysia, dan Thailand berupaya membangun arsitektur keuangan regional yang lebih mandiri.

Dalam konteks geopolitik ekonomi, langkah ini memperkuat kedaulatan digital Indonesia. Dengan sistem pembayaran sendiri, kita tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga arsitek. Ini langkah kecil menuju kemandirian finansial yang lebih luas di era digital.

Menjaga Nilai Keadilan dan Keberlanjutan

Namun, sukses ekonomi digital tidak cukup diukur dari berapa banyak transaksi yang terjadi. Lebih penting adalah siapa yang menikmati manfaatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: