MPR Dibelakang Putusan MA Larangan Nikah Beda Agama, SETARA Institut: Demokrasi Bobrok
Foto: Gedung Mahkamah Agung (MA) Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.-(Istimewa)-
"Kewajiban negara hanyalah mencatat perkawinan warga negara tersebut dan memberikan keadilan dalam layanan administrasi terkait," imbuhnya.
Dalam analisis SETARA Institute berkenaan dengan pokok persoalan yang diatur dalam SEMA, lahirnya UU Perkawinan No 1 tahun 1974 merupakan salah satu faktor kausal yang signifikan semakin menguatnya segregasi yg terbentuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
"Segregasi berdasarkan agama menjadi semakin dalam ketika paham keagamaan puritan berkembang di Indonesia pada tahun 1970-an dan diakomodasi oleh pemerintahan Orde Baru untuk mendapatkan insentif politik dari kelompok-kelompok keagamaan," tambahnya.
Yang keenam, SETARA Institute memandang bahwa negara Indonesia yang berbentuk Republik berdasarkan Pancasila belakangan semakin terpolarisasi dan mengalami segregasi yang semakin kuat.
"Hal itu didorong bukan hanya oleh berkembangnya paham keagamaan konservatif, tetapi juga difasilitasi oleh regulasi dan perangkat hukum negara yang intoleran dan diskriminatif, di tingkat pusat dan daerah, termasuk SEMA No 2 Tahun 2023," jelasnya.
Selanjutnya, SETARA Institute mendesak Ketua MA untuk berani mencabut SEMA tersebut, sebab secara filosofis, sosiologis, dan yuridis SEMA tersebut tidak sesuai dengan kerohanian negara Pancasila dengan semboyan dasar Bhinneka Tunggal Ika dan SEMA dimaksud juga bertentangan dengan asas kebebasan hakim dalam proses peradilan.
Dan yang terakhir, SETARA Institute mendorong DPR dan Pemerintah untuk melakukan revisi UU perkawinan tahun 1974. Perkawinan yang sah tidak hanya dilakukan berdasarkan agama, tetapi juga perkawinan sipil.
"Selain itu, pada pokoknya Negara mesti membangun hukum perkawinan yang sesuai dengan Pancasila dan kebhinekaan Indonesia," tegasnya.
SETARA Institut juga menambahkan sebelum dekade ini, pernikahan beda agama adalah suatu hal yg wajar di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
"Dalam suatu keluarga di tengah-tengah masyarakat Indonesia, kakak dan adik biasa berbeda agama, seperti perbedaan agama kedua orang tua mereka," Wakil Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Tigor Nalpopos dalam siaran pers.
"Hal semacam itu dalam tata kebhinekaan Indonesia harus dihormati, apalagi urusan pernikahan dan agama pada dasarnya merupakan wilayah pribadi tiap-tiap warga," lanjutnya.
BACA JUGA:Stasiun Meteorologi Maritim Gelar SLCN Untuk Nelayan Mesuji
Pernikahan beda Agama dan keturunan beda Agama juga dinilai SETARA Institute dapat memberikan kontribusi bagi penguatan literasi lintas agama dan pemajuan toleransi.
"Dalam iklim itulah, gotong royong dan menghormati perbedaan dalam tata kebinekaan dengan sendirinya terbentuk," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: