Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan

Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan

Foto: Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan -(Nara J Afkar)-

Lahan tersebut digunakan untuk menanam singkong sebagai mata pencaharian mereka. Lambat laun kawasan ini kemudian semakin merambah daerah sekitarnya, hingga mereka mendirikan desa sendiri.

Desa-desanya bernama Desa Moro-moro yang terdiri dari Kampung Moro Seneng, Moro Dewe, dan Moro-moro. Mereka mendirikan rumah-rumah, ladang singkong, bahkan sekolah dan tempat ibadah.

Kawasan ini kemudian semakin berkembang hingga tahun 2003 banyak warga mulai membuka lahan kembali di wilayah Alpha 8 dan membuat perkampungan yang bernama Pelita Jaya. 


--

Warga di kawasan ini kemudian dikoordinasi oleh sebuah organisasi yang bernama Pekat Raya. Warga yang ingin tinggal di kawasan tersebut diharuskan membayar 3 hingga 15 juta per-kapling sesuai luas dan lokasi lahan tersebut. 

Keberadaan masyarakat pendatang yang perlahan menguasai kawasan Register 45 itu membuat Pemerintah Provinsi Lampung membentuk Tim Gabungan Penertiban Perlindungan Hutan. 

Anggota tim itu terdiri dari polisi, TNI, jaksa, pemerintah, satuan pengamanan perusahaan dan pengamanan swakarsa. Mereka melakukan aksinya pada bulan September 2010. 

Tim beranggotakan ribuan orang itulah yang menggusur permukiman dan gubuk-gubuk liar yang dibangun Pekat Raya. Sempat ada perlawanan, tapi tidak ada korban jiwa. 

Penertiban yang digelar 6 November 2010 yang menyebabkan satu orang warga tewas dan satu lainnya terluka, kata Kepala Polda Lampung Brigadir Jenderal Jodie Roosseto.

Pada penertiban itu, seorang warga, Made Asta, 38 tahun, tewas tertembak aparat. Sementara Nyoman Sumarje, 29 tahun, luka tembak di bagian kaki. Pasca peristiwa itu polisi menangkap sejumlah pengurus Pekat Raya karena telah mengkapling-kapling lahan Register 45 dan diperjualbelikan

Pada 6 November 2010, terjadi kontak kekerasan saat demo yang dilakukan atas penggusuran lahan yang melibatkan masyarakat dari lima desa di Kabupaten Tulang Bawang.

BACA JUGA:PLN Tebang Pilih Lakukan Opal PJU Suka Agung, Bagaimana dengan Listrik di Kawasan Register 45?

Kekerasan terjadi antara masyarakat dan aparat polisi yang mengakibatkan satu orang tewas dan satu orang luka tembak. Permasalahan ini dipicu oleh penambahan luasan Hak Penguasaan Hutan Industri (HPHI) kepada SIL seluas 9.600 Ha pada tahun 1997.

Dengan kata lain, bahwa konflik agraria di kawasan Register 45 pada dasarnya merupakan konflik antara perusahaan dengan petani mengenai hak klaim tanah.

Hal itu lah yang membuat ratusan warga mematok dan menduduki lahan Register 45 yang dikelola PT. Silva Inhutani Lampung (SIL), anak perusahaan Bumi Waras Grup, yang berada di Simpang Asahan, Kabupaten Mesuji, pada Rabu (24/4/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: