Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan

Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan

Foto: Sejarah Singkat Konflik Agraria di Kawasan Register 45, Masyarakat vs Perusahaan -(Nara J Afkar)-

RADARMETRO - Konflik Agraria dikawasan Register 45, Kabupaten Mesuji antara masyarakat dengan PT. Silva Inhutani Lampung (SIL), anak perusahaan Bumi Waras Grup selaku pemegang hak penguasaan hutan tanaman industri (HPHTI), nampaknya tak akan pernah usai jika pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten tidak turun tangan untuk menyelesaikannya. 

Konflik Agraria di Register 45 Mesuji Lampung, terjadi sejak tahun 1998, yang membuat sebagian wilayahnya bagaikan lahan tak bertuan dan meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Way Serdang, Simpang Pematang, dan Mesuji Timur.

Awal konflik, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) No. 688/Kpts-II/1991 memberikan areal hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) sementara seluas 32.600 ha kepada SIL di Register 45 Sungai Buaya. 

PT SIL merupakan korporasi patungan antara PT Silva Lampung Abadi dan PT Inhutani V. Selanjutnya, SK HPHTI untuk kawasan Register 45 pun keluar. SK Menteri Kehutanan nomor 93/Kpts-II/1997 berisi penetapan kawasan hutan Register 45 seluas 43. 100 Ha.

Pada tahun 1999, masyarakat Kampung Talang Batu, Talang Gunung dan Labuhan Batin, Kecamatan Way Serdang, Kabupaten Tulangbawang (sebelum pemekaran) menuntut reclaimming lahan kepada Gubernur Lampung. 

Menurut tokoh adat ketiga kampung tersebut, desa mereka menjadi masuk dalam kawasan Register 45 Sungai Buaya dengan diterbitkannya SK No. 93/Kpts-II/1997 tentang Pemberian Hak Pengusahaan HTI atas Areal Hutan seluas 43.100 Ha kepada PT SIL.

Karena menurut Besluit Residen Lampung Distrik No. 249, luas kawasan Register 45 adalah: 33.500 Ha. 

Penyebab terjadinya konflik di Kawasan Register 45 tersebut adalah perluasan areal hutan Register 45 dari 33.500 Ha menjadi 43.100 Ha, artinya ada selisih tanah seluas 9.600 Ha yang diambil dari tanah milik masyarakat. 

Perluasan inilah yang dianggap mengambil tanah masyarakat, sehingga menimbulkan terjadinya konflik antara masyarakat adat dan perusahaan. 

Dengan kondisi tersebut, masyarakat sebagai pemilik tanah, menuntut agar perusahaan mengembalikan tanah yang mereka miliki sehingga mereka bisa kembali bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. 

BACA JUGA:Polres Mesuji Lakukan Pengamanan Unjuk Rasa LVRI Akam Duduki Lahan Register 45

Dengan kata lain masyarakat yang merasa tanahnya terambil akibat perluasan kawasan hutan Register 45 melakukan berbagai upaya, mulai dari gugatan ke pengadilan sampai dengan pendudukan.

Pada tahun 1997, sejumlah warga yang mendiami kawasan tersebut mulai menebangi tanaman yang ditinggal oleh PT Inhutani untuk membuka lahan. 

Pada tahun 1999 pula, berkembang dengan banyaknya warga pendatang yang datang dari berbagai daerah seperti Lampung Timur, Metro, Tulang Bawang bahkan dari Pulau Jawa. Warga kemudian membuat kapling-kapling dan dibagi ke sesama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: