"Tahukan bahwa UU Nomor 40 tentang Pers tidak ada turunannya, karena memang UU-nya lex spesialis tentang kemerdekaan pers," ujar Kordinator Forum KI Indonesia 2011-2015 itu.
Juniardi menjelaskan, dalam konstitusi mengatur hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
"Lalu undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang. peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah provinsi. Ada peraturan daerah kabupaten kota, hingga surat edaran. Misal UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Lalu ada perpunya, lalu ada permendagri, peraturan komisi informasi, pergub, dan seterusnya," kata Juniardi.
Belum lagi isi perbup yang juga ikut-ikutan mengatur tentang sengketa informasi yang menjadi kewenangan komisi informasi yang sudah diatur UU KIP dan peraturan komisi informasi.
"Perbup itu terlihat seperti tanpa kajian akademik, isinya hanya copas pasal pasal UU KIP, pasal pasal UU Pers. Jika ingin mengatur soal audensi pers, itu jadwal protokoler saja," katanya.
BACA JUGA:Kiprah MKMK dan Menjadikan Dewan Pers Bukan Super Bodi
Lebih fatal lagi, lanjut Juniardi, perbup itu dalam hal memaknai pasal 17 UU 14/2008 tentang informasi yang dikecualikan.
"Ayat ayat pada Pasal 17 UU KIP itu, intinya adalah informasi dikecualikan menyangkut rahasia negara, rahasia private, dan rahasia persaingan usaha tidak sehat. Diuji dulu konsekuensinya sebelum dinyatakan rahasia atau informasi dikecualikan," ujar mantan wartawan Lampungpost itu.
"Misal, informasi dikecualikan karena rahasia negara. Ngujinya sederhana, apakah jika Informasi itu dibuka ke publik negara terganggu, jika tidak maka bukan rahasia negara. Contoh soal anggaran di Tubaba. Apakah soal anggaran di Tubaba jika dibuka ke publik, negara terganggu?" katanya.
Lalu informasi private, contohnya informasi informasi private adalah menyangkut rahasia pribadi seseorang, misal warkah, wasiat, rekan medik, termasuk CV, nilai hasil tes dll.
"Nomor HP misalnya itu private. Menjadi informasi publik apabila diijinkan pemilik. Kecuali HP pejabat publik ya, bukan private karena jabatan jabatan publik," urai Juniardi.
Lalu, informasi rahasia persaingan usaha tidak sehat, misal saat proses tender proyek. Selama masa proses, dokumen dokumen persyaratan milik perusahaan itu rahasia adalah rahasia.
"Menjadi tidak rahasia setelah menjadi pemenang. Karena itu kerap ditemukan kecurangan, ternyata pemenang tidak sesuai syarat misalnya. Transparansi itu juga untuk mencegah korupsi. Maka ada istilah kalau bersih kenapa risih," katanya.
Memahami keterbukaan Informasi, kata Juniardi, adalah bagaimana membangkitkan partisipasi publik, dan akuntabilitas badan publik yang telah menjadi prasyarat dalam mendukung tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan.
Badan publik, harus membuka diri dan melibatkan masyarakat dalam pembangunan daerah.
"Mempublikasikan informasi terkait kegiatan, program, dan kebijakan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan termasuk dokumen-dokumen publik itu diatur di pasal 9, 10, 11, UU KIP. Cara paling sederhana dan murah saat ini yang digitalisasi," katanya.