RADARMETRO – Pagi-pagi minum air putih sambil berpikir bagaimana menuangkan hasil diskusi beberapa pekan terakhir ke dalam tulisan agar bisa enak dibaca.
Setelah sebulan terakhir kita diasyikan dengan pelaksanaan, informasi, dan pemberitaan tentang pemilihan presiden yang berakhir di MK, saatnya kita membumi dan kembali melokalisir dunia politik ke tingkat terendah yakni pilkada kota.
Rasanya sudah tidak sabar lagi untuk kita menunggu pemilihan kepala daerah yang sebentar lagi tahapannya dimulai. Bahkan DPC PDI Perjuangan sudah membuka pendaftaran bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Metro.
Oke, kita mulai dari tentang election atau pemilihan. Pada umumnya, setidaknya ada dua faktor utama seseorang akan maju untuk pilkada atau bahasa lainnya memuluskan jalannya.
Yang pertama adalah elektabilitas calon dan yang kedua adalah tiket dalam hal ini dukungan partai atau gabungan partai sehingga mencukupi kuota 20 persen sebagai syarat mengusung calon. Bisa dengan jumlah kursi di DPRD maupun jumlah suara.
Kita bahas satu-satu elektabilitas orang-orang yang punya potensi bakal maju dalam Pilkada Kota Metro.
BACA JUGA:DPC PDIP Metro Buka Penjaringan Bacalon Walikota
Pertama ada petahana tentunya Wahdi Siradjudin. Memang untuk mengetahui elektabilitas seseorang calon, perlu ada riset atau survei yang dilakukan.
Tapi karena hasil survei ada di internal masing-masing calon dan belum ada hasil survei pollster yang diumumkan ke publik, sehingga kita pakai data yang umum beredar di masyarakat.
Sebagai petahana, Wahdi mungkin saja memiliki keunggulan karena memiliki sumberdaya pemerintahan. Tapi perlu diingat, elektabilitas beda dengan popularitas.
Jika popularitas adalah tingkat keterkenalan seseorang, elektabilitas adalah tingkat keterpilihan seseorang.
Orang dengan popularitas tinggi, belum tentu berbanding lurus dengan elektabilitasnya. Karena kita bisa popular karena tren positif atau tren negatif.
Kita bisa popular karena kita duduk sebagai kepala daerah, tapi belum tentu citra positif yang melekat.
Biasanya, petahana akan dinilai dari kinerja selama ia menjabat. Untuk Wahdi penilaian subjektif saya yang banyak bertemu masyarakat di tingkat bawah atau bahkan ASN (kadang-kadang saya suka jahil tanya-tanya personal, tapi bukan untuk publikasi), 8 dari 10 orang tidak puas dengan kinerja dan persona Wahdi.
Meskipun tidak bisa dijadikan gambaran umum, tapi saya melihat elektabilitas Wahdi tidak bagus-bagus amat. Ini bisa jadi pintu gerbang yang baik bagi calon lain yang ingin berkompetisi.