Kue ini memang tidak kalah enaknya dibandingkan dengan kue-kue tradisional lainnya, combro dan misro. Orang Lampung menyebutnya dengan ketimus, mirip dengan sebutan urang Sunda. Berbeda lagi dengan wong Jawa yang menyebutnya dengan nama lemet.
Ketimus terbuat dari parutan singkong, gula merah, dan dicampur dengan parutan kelapa. Membuat ketimus memang tidaklah begitu sulit alias jompil banget.
Menurut sang pujaan hati, Yulia KW, langkah pertama, parut singkong yang sudah dikupas dan dibersihkan lalu campurkan dengan gula merah. Kemudian aduk-aduk hingga gula larut. Setelah itu, tambahkan kelapa parut dan sedikit garam, kembali kembali adonan sampai rata.
Proses berikutnya adalah mempersiapkan daun pisang. Dengan menggunakan sendok makan, kita dapat meletakan adonan tadi ke atas daun pisang.
Seteah membungkus dan melipat daun pisang pada bagian bawah dan atas, kita dapat mengukusnya hingga matang.
Setelah masak, kita dapat mendinginkan dan kemudian menikmatinya dengan Kopi atau teh panas. Rasanya yang manis dan gurih, dengan sedikit kenyal alias lengket, membuatnya begitu maknyus.
Ketimus ini nggak akan marah kalau dijadikan kudapan teman ngopi pagi, siang, sore atau malam sekalipum. Benar lo gaes.
Ketimus juga bagus lo untuk mengganjal perut, buat ente suka telat makan, biar nggak kena penyakit maag. Jadi kalau ente pergi ke luar kota jangan lupa bawa beberapa buah ketimus.
Masih menurut Yulia KW, sang pujaan hati, katimus boleh dikatakan penganan yang murah meriah, gampang dibuat dengan biaya murah.
Karena proses pembuatannya relatif mudah, ketimus atau lemet dikenal luas masyarakat. Kenyalnya singkong dan manisnya gula merah yang lumer di mulut memberi sensasi nikmat yang luar biasa.
Di Bandung, ketimus ijuga cukup populer. Teringat, saat kuliah si sana, ketika malam hari tiba, biasanya ada tukang bajigur menggunakan gerobak yang menjajakan bajigur dengan kacang rebus, ubi rebus dan sering kali ada juga ketimus alias lemet ini.
Di Lampung, Sai Bumi Rua Jurai,, kita juga dapat dengan mudah membelinya di pasar-pasar tradisional, seperti pasar Way Halim, Pasar Koga, Pasar Tugu dan lain-lain.
Dengan mempelajari dan mengenal berbagai kuliner tradisional, khususnya Lampung, kita akan dapat lebih menghargai kekayaan dan menjaga warisan budaya yang ada.
Melestarikan kuliner-kuliner ini juga pastinya menjadi bentuk penghormatan kepada ke-Lampung-an. Semangat !
OK gaes selamat menikmati kuliner gham. Dang lupo BAHaGiA geh! Teruslah berbuat baik untuk Lampung yang lebih BAIK.