Jalan Rusak, PAD Seret, Honorer Membengkak: Metro Harus Ubah Kiblat Anggaran (Data APBD 2025)
Slamet Tedy Siswoyo, Dosen Universitas Muhammadiyah Metro--Ist
RADARMETRO.DISWAY.ID -- Berkendara roda dua pagi ini di Metro masih sama dengan hari-hari sebelumnya zig-zag menghindari lubang, menepi saat berpapasan, lalu digas pelan-pelan. Dibalik rutinitas itu ada paradoks lama yang belum selesai: Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbatas, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat tak melimpah, infrastruktur jalan banyak yang menua tetapi belanja pegawai dan penambahan tenaga honorer non ASN terus melebar. Tanpa perubahan kiblat anggaran, kita akan mengulang babak lama: uang habis untuk rutin, pertumbuhan ekonomi (PDRB) hanya jalan di tempat.
Membaca Peraturan Daerah Kota Metro No. 05/2024 tentang APBD Kota Metro Tahun Anggaran 2025 menetapkan pendapatan Rp 1,087 triliun dan belanja Rp1,097 triliun, ditutup pembiayaan netto Rp. 10 miliar. Dari sisi pendapatan, PAD hanya berkontribusi sebesar 33,8% atau sebesar Rp. 367,68 miliar dan transfer pusat sebesar 66,2% atau sebesar Rp. 719,84 miliar. Pada sisi belanja, belanja operasional mencapai Rp. 946,88 miliar (86,3%) dengan rincian belanja pegawai Rp. 372,58 miliar (33,9% dari total belanja) dan belanja barang/jasa Rp. 528,66 miliar (48,2%). Porsi belanja modal sebesar Rp. 146,69 miliar (13,4%) dengan belanja modal jalan dan jaringan irigasi sebesar Rp. 62,58 miliar (5,7% dari total belanja), angka yang masih tipis untuk mengejar backlog atau tingginya tumpukan tugas pemeliharaan/rehabilitasi.
Di atas kertas, kualitas infrastruktur jalan tampak aman. Statistik resmi 2024 mencatat total jalan sepanjang 413,09 km dengan kondisi baik 216,96 km (56,02%), sedang 54,86 km (14,16%), rusak ringan 57,19 km (14,77%), dan rusak berat 58,30 km (15%). Dinas PUTR menyebut kemantapan jalan 2024 mencapai 83,92%. Tetapi aduan warga tentang kondisi buruk jalan lingkungan, jalan kota hingga propinsi yang rusak tetap deras, hal ini sejalan dengan fakta bahwa porsi belanja jalan tahun ini baru sekitar 5,7% dari total belanja.
Di saat kemampuan membiayai infrastruktur menipis, rekrutmen pegawai honorer alias non ASN justru melebar. Pemerintah Kota mengumumkan 1.925 formasi PPPK paruh waktu (guru, nakes, teknis) untuk tahun 2025. Sejumlah pemberitaan lokal juga menyoroti penambahan tenaga honorer/THL dan perdebatan legalitas pengangkatan yang membebani APBD Kota. Tanpa “diet” belanja pegawai yang berbasis analisis beban kerja dan formasi kritis layanan, ruang untuk belanja publik akan terus tertekan.
Meski begitu, mesin ekonomi Metro belum mati. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 4,88%. Struktur PDRB lima tahun terakhir relatif stabil, hal ini ditopang sektor jasa dan perdagangan dengan nilai ekonomi 2024 diproyeksikan sekitar Rp. 8,48 triliun. Artinya mesin tumbuh ada, namun ia membutuhkan jalan yang mulus dan layanan kota yang efisien agar efek gandanya cepat dinikmati oleh masyarakat luas.
Lima Pembenahan untuk Membalik Keadaan
Pertama, rem belanja rutin dan disiplinkan formasi. Pemerintah kota bisa menghentikan sementara rekrutmen untuk posisi yang tidak mendesak. Lakukan pemeriksaan menyeluruh jumlah dan beban kerja tenaga honorer. Susun kembali formasi yang benar benar dibutuhkan. Targetnya jelas yaitu menurunkan porsi belanja pegawai dan belanja barang serta jasa dalam dua tahun ke depan. Bila porsi ini turun beberapa poin maka ruang anggaran bisa dialihkan untuk pembangunan jalan, drainase dan pasar. Warga akan cepat merasakan manfaat karena dampaknya nyata di lapangan.
Kedua, perlu cermat menarik dana dari pusat agar beban anggaran daerah tidak terlalu berat. Pemerintah kota dapat menyiapkan dokumen teknis sejak awal seperti desain rinci data lalu lintas dan dokumen lingkungan. Dengan kesiapan ini usulan perbaikan ruas jalan prioritas lebih mudah lolos ke dalam daftar bantuan pusat. Kita juga bisa merangkai program perbaikan dengan program jalan daerah yang dikerjakan pemerintah pusat pada tahun sebelumnya di tingkat provinsi. Ketika sumber dana dari pusat masuk maka beban anggaran daerah untuk jalan bisa berkurang dan anggaran daerah tetap bisa fokus pada titik yang belum tersentuh.
Ketiga, perlu perbaikan cara mengumpulkan pendapatan asli daerah. Caranya bukan sekadar menaikkan tarif. Fokus utamanya adalah menutup kebocoran dan meningkatkan kepatuhan. Kita mulai dari pajak yang paling dekat dengan aktivitas kota seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), serta pajak restoran hotel parkir dan reklame. Data objek pajak perlu diperbarui. Pelayanan pajak perlu dibuat lebih mudah dan modern. Di titik usaha yang besar dan potensial, pemasangan alat pencatat transaksi bisa membantu agar omzet tercatat dengan jujur. Pendekatannya bukan memeras pelaku kecil melainkan memastikan yang seharusnya membayar benar-benar membayar sesuai ketentuan dan kemampuan.
Keempat arahkan belanja ke koridor yang memberi multiplayer efek atau pengganda ekonomi. Pilih jalur yang ramai dilalui pelajar/mahasiswa, keluarga pasien serta wisatawan kuliner yang menjadi karakter Kota Metro. Pada koridor seperti ini satukan paket pekerjaan. Perbaiki jalan lingkungan/Kota, benahi drainase agar tidak banjir, pasang lampu penerangan jalan dan rapikan pasar. Setiap rupiah yang dibelanjakan di jalur seperti ini akan lebih cepat menggerakkan arus orang dan barang. Omzet pedagang pasar dan pelaku ritel kecil akan naik lebih cepat dibanding bila proyek tersebar tipis di banyak tempat yang tidak strategis.
Kelima cari cara menghemat biaya tetap tanpa mengorbankan layanan. Lampu jalan bisa diganti ke lampu hemat energi. Belanja barang bisa diambilkan dari penghematan tagihan listrik. Atap gedung pemerintah dapat dipasangi pembangkit listrik tenaga surya agar beban listrik turun. Dengan penghematan seperti ini anggaran murni daerah bisa lebih leluasa untuk menutup ketertinggalan perbaikan infrastruktur jalan.
Tiga metrik agar tidak kembali ke pola lama
Pertama tentang belanja modal. Arahkan belanja modal naik sedikit demi sedikit sampai setidaknya 15% dalam waktu dua tahun. Untuk pekerjaan jalan dan jaringan tetapkan porsi minimal 7%-8% dari total belanja. Pertahankan porsi ini sampai kemantapan jalan melewati angka lebih dari 75% dan keluhan warga menurun. Sebagai titik awal pada tahun 2025 belanja modal berada di 13,4% dan porsi untuk jalan serta jaringan sekitar 5,7%.
Kedua tentang kualitas pendapatan asli daerah yang bergantung pada kepatuhan. Lihat rasio penagihan PBB yaitu seberapa banyak tagihan yang benar benar dibayar. Ukur juga efektivitas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan atau BPHTB. Lalu pantau rata rata pajak yang sungguh sungguh dibayar oleh usaha makan minum dan akomodasi setiap semester. Fokus pada perbaikan data, kemudahan cara bayar, dan pengawasan titik yang rawan kebocoran agar penerimaan meningkat tanpa membebani pelaku usaha di Kota Metro khususnya sektor mikro dan kecil.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: