MA Resmi Larang Pencatatan Pernikahan Beda Agama

MA Resmi Larang Pencatatan Pernikahan Beda Agama

Foto: Ilustrasi--

RADARMETRO - Pernikahan dengan perbedaan status agama kini tak akan diakui keabsahan nya di Indonesia.

Mahkamah Agung (MA) telah resmi melarang hakim pengadilan untuk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan berbeda agama dan keyakinan.

Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran  MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Selasa (18/7/2023).

Penerbitan SEMA itu dilakukan untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan yang berbeda agama.

"Para hakim harus berpedoman pada ketentuan: Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan," kata Syarifuddin dalam SEMA tersebut.

Perbedaan keputusan hakim dalam menyikapi permohonan pencatatan perkawinan yang berbeda agama memang sering terjadi di beberapa daerah.

BACA JUGA:Wakili Pj Bupati Mesuji, Sekda Lantik 58 Pejabat Administrator, Pengawas dan Fungsional

Tercatat ada beberapa permohonan pencatatan perkawinan beda agama yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) dan yang terbaru terjadi di PN Jakarta Pusat dimana hakim mengabulkan permohonan perkawinan antara pasangan beda agama.

Selain di PN Jakarta Pusat, keputusan serupa juga pernah dikabulkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, PN Jakarta Selatan, PN Tangerang, dan PN Yogyakarta.

Untuk itu Ketua MA menegaskan perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

"Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," kata Syarifudin.

Berikut isi Surat Edaran Mahkamah Agung.

Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: