Kuasai Lahan HTI Milik PT SKR, PT RKT Dipolisikan
Foto: Lokasi perambahan hutan yang dilakukan RKP di Landa Kalimantan Barat, Insert foto Rudi Salim Dirut PT SKR.-(Marhaba)-
Menteri LHK pun telah menyurati pemegang izin pemanfaatan hutan, termasuk PT SKR maupun pelaku usaha perkebunan termasuk sawit agar tidak melakukan aktivitas di wilayah gambut tersebut.
Namun, pada 29 April 2016, Gubernur Kalimantan Barat waktu itu, Drs. Cornelis, M.H mengirimkan surat kepada Menteri LHK yang berisi usulan pencabutan izin usaha milik PT SKR dengan alasan PT SKR tidak melaksanakan kewajiban dan meninggalkan lokasi.
"Padahal faktanya, PT SKR tidak melaksanakan aktvitas usaha di sebagian wilayah kerja di Kabupaten Landak karena telah ditetapkan sebagai kawasan lindung gambut. Kita menduga surat Gubernur Kalbar tersebut untuk melegalkan aktivitas sawit milik PT Rejeki Kencana Prima yang telah ada sebelumnya diatas wilayah izin usaha PT SKR," ucapnya.
"Dugaan itu terbukti ketika pada tahun 2017, Bupati Landak Kaka itu Karolin Margret Natasha (anak dari Drs. Cornelis, M.H), menerbitkan Izin Lokasi untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit atas nama PT RKP seluas ±6.274 ha yang juga berlokasi di atas areal izin PT SKR, tepatnya di Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak, sehingga terdapat tumpang tindih," lanjutnya.
Kemudian, sebutnya lagi, pada 6 Februari 2018, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III mengeluarkan Hasil Telaahan Teknis Fungsi Kawasan Hutan Terhadap Areal perkebunan sawit atas nama PT RKP, yang menyatakan bahwa Izin Lokasi perkebunan sawit PT RKP terdapat tumpang tindih perizinan dengan izin usaha milik PT SKR.
BACA JUGA:Dalam Pembahasan, Kemnaker Proyeksikan UMP 2024 Naik, Cek Besarannya!
Lantas, pada 2 Juni 2018, Bapedda Kabupaten Landak mengeluarkan Rekomendasi yang merekomendasikan agar PT RKP terlebih dahulu menyelesaikan masalah tumpang tindih izin lokasinya dengan PT SKR dan tidak melakukan kegiatan sebelum status areal izin diperoleh.
Bupati Landak bukannya memfasilitasi penyelesaian masalah tumpang tindih peruntukan lahan antara PT SKR dan PT RKP, tetapi malah mengirimkan surat permohonan kepada Menteri LHK agar dilakukan revisi (Addendum) areal kerja izin usaha PT SKR.
Adapun alasan Bupati Landak dalam surat tersebut adalah karena areal izin usaha PT SKR berada di Areal Penggunaan Lain dan dikuasai oleh masyarakat. Padahal wilayah tersebut bukan dikuasai masyarakat, melainkan telah telah ada perkebunan sawit milik PT RKP sejak kawasan tersebut masih berstatus hutan.
Pada 21 Maret 2021, Menteri LHK menerbitkan Keputusan Nomor SK.75 yang mengurangi luas izin usaha PT SKR dari ± 38.000 Ha menjadi ± 31.721 Ha.
Wilyah izin usaha PT SKR yang dikurangi adalah wilayah izin usaha yang terletak di Kabupaten Landak yang telah ditanami sawit oleh PT RKP, padahal wilayah tersebut berstatus kawasan lindung gambut sehingga dilarang bagi aktivitas perkebunan maupun aktvitas pemanfaatan HTI.
Adapun dasar penerbitan Keputusan Menteri LHK tersebut adalah Surat Bupati Landak tgl 10 Desember 2020, Surat Gubernur Kalimantan Barat tgl. 29 April 2016, serta audit kinerja PT SKR.
MA Gugurkan SK Menteri
Merasa dirugikan, PT SKR lantas menggugat
SK Menteri LHK No.75 pada 14 Oktober 2021 ke Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN) Jakarta dalam perkara Nomor 239/G/2021/PTUN.JKT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: