Lebaran di Lampung Dalam Kenangan: Di Antara Wajik, Dodol, dan Doa

Lebaran di Lampung Dalam Kenangan: Di Antara Wajik, Dodol, dan Doa--Dok Radarmetro.disway.id
Ibunda saya pernah berkata, “Dodol dan wajik bukan cuma untuk dimakan, tapi untuk dikenang.” Karena dari bahan dasar yang sama, yang diolah dengan penuh kesungguhan, lahirlah dua bentuk yang berbeda namun sama-sama manis—seperti manusia yang berbeda sifat namun tetap bisa menyatu dalam satu keluarga.
Di meja-meja lebaran di pelosok Lampung, dua penganan ini masih setia hadir. Ia tak hanya memanggil selera, tapi juga memanggil ingatan. Ia bukan sekadar sajian, tapi pesan dari generasi ke generasi bahwa hidup ini butuh kesabaran, dan cinta selalu butuh diaduk agar tetap hangat.
Kini, meski zaman telah berubah, kenangan itu tetap hidup. Dan kabar baiknya: kita tak perlu lagi bersusah payah membuatnya sendiri. Di berbagai toko oleh-oleh khas Lampung, wajik dan dodol tersedia dengan mudah. Cita rasanya tetap autentik, bahkan kini hadir dalam beragam varian: dodol pandan yang harum, dodol durian yang legit, hingga rasa-rasa modern yang tetap menjaga keaslian. Sentuhan masa kini pada rasa masa lalu.
Tradisi memang tak harus selalu dibuat sendiri—kadang cukup dikenang, dinikmati, dan dibagi dalam bentuk yang baru.
Pantas saja jika banyak orang berkata: “Lampung memang diciptakan saat Tuhan sedang tersenyum.”
Karena setiap sudutnya menyimpan rasa, setiap makanannya menyimpan makna.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan batin.
dang lupo BAHAGIA geh!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: