PT MSSP Diduga Rampas Lahan Kelompok Tani Manunggal, Kuasa Hukum Adukan ke Presiden
Foto: Ketua kelompok tani Manunggal H Karim Pohan dipapah dari lt 2 kantor Gubernur Riau usai rapat dengan tim terpadu penyelesaian konflik lahan kelompok tani dengan PT MSSP.-(Marhaba)-
RADARMETRO – Rapat terpadu di Pekanbaru mengupas konflik tanah antara PT MSSP dan Kelompok Tani Manunggal di Riau. Hadir perwakilan dari BPN Riau, dinas terkait, Pemda Siak, dan pihak perusahaan.
Di Kantor Gubernur Riau, Kamis (9/11/2023), dibahas klaim 724 hektar lahan oleh PT MSSP. Lahan ini, menurut kelompok tani, mereka miliki sejak 1994 dengan SKT sah.
B Anton Situmorang, kuasa hukum kelompok tani, menyoroti pernyataan Kepala BPN Riau, Asnawati SH, yang menyatakan lahan berada di luar HGU PT MSSP, meski peta menunjukkan sebaliknya.
"Ini perlu klarifikasi," tegas Anton.
Konflik ini berawal saat Kelompok Tani Manunggal, didirikan pada 10 Juli 1993, mengklaim lahan 724 Ha di Desa Kerinci Kanan. Lahan ditanami kelapa sawit dan karet sejak 1994.
PT MSSP mengajukan permohonan pelepasan area hutan pada 1995, disetujui oleh Menteri Kehutanan. Namun, permasalahan muncul saat terbitnya sertifikat HGU yang diduga cacat hukum administrasi dan yuridis.
Sejumlah gugatan hukum telah diajukan oleh kelompok tani, termasuk PK ke Mahkamah Agung yang ditolak.
BACA JUGA:Kuasai Lahan HTI Milik PT SKR, PT RKT Dipolisikan
Foto: PT MSSP Diduga Rampas Lahan Kelompok Tani Manunggal-(Marhaba)-
Hal ini mencakup penghormatan terhadap hak-hak adat dan penyelesaian ganti rugi yang adil bagi masyarakat yang terkena dampak.
Rencana mendatang untuk turun ke lapangan dan menggelar rapat di BPN Provinsi Riau diharapkan dapat memberikan klarifikasi atas klaim-klaim yang ada dan menentukan batas-batas lahan secara akurat.
"Kami perlu memastikan lahan yang benar-benar menjadi hak kelompok tani," ujar Anton.
Anton juga menyampaikan bahwa tindakan PT MSSP menunjukkan persoalan yang lebih luas dalam sistem pertanahan di Indonesia, di mana sering kali masyarakat adat dan kelompok tani kurang mendapatkan perlindungan hukum.
Dalam kasus ini, pentingnya dokumentasi yang jelas dan proses legal yang transparan menjadi sorotan utama. Dokumen-dokumen seperti surat Team Inventarisasi Pembantu Okupasi PT. MSSP dan surat pernyataan kepala desa menjadi kunci dalam menegakkan hak-hak kelompok tani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: