Alif Lam Mim: Inspirasi Nalar Pencerahan

Alif Lam Mim: Inspirasi Nalar Pencerahan

Foto: Dr. Samson Fajar, M.Sos.I.-(Istimewa)-

Apalagi jika ayat itu ditarik dalam konteks era digital hari ini, yang percakapan dunia media sosial sudah berupa simbol-simbol yang manusia harus mampu memahami secara cerdas, maka Alif Lām mim telah mendahului konsep konsep simbolisasi tersebut.

Alif Lām Mim membuka nalar orang Arab yang mereka adalah para jago sastra, disentuh dengan simbol huruf tanpa makna secara teks, sebagai tantangan bahwa inilah al Qur’an yang hurufnya saja bermakna, apalagi kata dan kalimatnya. Karena tidak semua harus nampak jelas untuk memberi manfaat, dan tidak harus diketahui, buktinya kita tidak mengetahui bagaimana udara itu tercipta tetapi manfaatnya jelas dirasa. Demikianlah Alif Lām mim yang sangat dalam makna dan khasiatnya.

BACA JUGA:UM Metro Raih Penghargaan Sebagai Mitra Inklusi Kesadaran Pajak Tahun 2023 dari Kanwil DJP Bengkulu-Lampung

Secara inspiratif for action, Alif Lām mim membuka kesadaran belajar lebih dalam, jangan hanya belajar pada wilayah teks tetapi harus melihat konteks dan subtansi sebuah teks, bahkan makna filosofi dari teks tersebut.

Karena berapa banyak manusia tertipu oleh teks (bayan) sehingga dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sesungguhnya di dalam bayan (teks) itu ada sihir (tipu muslihat) .

Kelemahan orang saat ini membaca, melihat dan mendengarkan potongan kata dan kalimat di media sosial, yang kemudian termotivasi, terobsesi bahkan terprovokasi, sehingga dunia ini tidak seimbang.

Generasi saat ini kurang mampu membaca secara lengkap, apalagi memahami makna di balik sebuah kalimat.

Fenomena yang ada sebagai simbol dari pesan pesan nomena (makna dibalik fenomena) kurang mampu dipahami generasi saat ini, sehingga melahirkan generasi sumbu pendek, yang emosional jauh dari kata rasional dan supra rasional. Jika hal ini terus berlanjut maka bangsa ini mudah diadu domba dan dipecah belah.

Alif Lām mim adalah kritik profetik bagi semua umat disepanjang zaman akan pentingnya belajar secara mendalam, tidak mudah larut dan tersihir oleh kata kata yang sepertinya indah tapi menipu, tetapi harus mulai lebih mampu memahami suatu kata sesuai konteks, tujuan dan filosofi dari kata tersebut. Tidak semua teks sesuai konteksnya, tidak semua kata tepat pada tempatnya, tetapi semuanyaa memiliki kondisinya.

BACA JUGA:Awal 2024, Rektor UM Metro Angkat Pejabat Strategis Baru

Insan profetik memiliki kecerdasan ini, terbuka cakrawala nalar rasionalnya secara dalam, karena gemar belajar, membaca secara utuh sesuatu, bukan membaca yang terputus konteknya, bahkan mampu memaknai suatu simbol yang dianggap tak bermakna oleh kebanyakan orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: